Berita DewanBerita UmumKomisiKunjungan Kerja

Komisi IV DPRD Kalsel Harapkan 20% Mandatory Spending Dimaksimalkan Untuk Fungsi Pendidikan

Jakarta – Pendidikan di Indonesia dijamin oleh Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah mengamanatkan APBD dan APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Sehingga pemerintah, baik di pusat maupun di daerah memiliki peran penting untuk mengelola agar penggunannya optimal.

Dalam rangka upaya optimalisasi tersebut, Komisi IV DPRD Kalsel sambangi Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia untuk lebih dalam membahas mengenai pelaksanaan Kurikulum Merdeka terkait anggaran 20% mandatory spending, pada Senin, (16/10) pagi.

Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, Firman Yusi S.P., mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya di Komisi IV serta anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kalsel berharap mandat anggaran 20% ini benar-benar dipenuhi hanya untuk fungsi pendidikan.

“Karena kita melihat sesungguhnya problem-problem pendidikan di Kalsel itu masih banyak yang harus sama-sama diselesaikan, salah satunya melalui dukungan anggaran, jadi kami mau pemprov itu lebih berfokus kepada membiayai fungsi pendidikannya, soal kemudian apakah APBD membiayai urusan pendidikan, kita barangkali sepakat juga tetap membiayai urusan pendidikan akan tetapi di fungsi pendidikannya sendiri kita berharap 20%,” tuturnya.

Bukan tanpa alasan, keinginan kuat penggunaan anggaran penuh untuk fungsi ini ujar Firman adalah dalam rangka percepatan capaian, mengingat saat ini rata-rata lama bersekolah masyarakat Kalsel hanya 8,3 tahun yang artinya rata-rata penduduk Kalsel itu tidak tamat SMP. Ia berharap agar Kementerian Pendidikan bisa terlibat langsung dalam proses evaluasi APBD Provinsi Kalsel.

Kemudian terkait implementasi kurikulum merdeka dalam kebijakan merdeka belajar, Anggota Komisi IV DPRD Kalsel, Dr. H. Abd. Hasib Salim, A.AP., ditemui usai pertemuan mengatakan saat ini penerapan di Indonesia, salah satunya Kalsel memang belum maksimal.

“Soal kurikulum, memang ini karena baru percobaan, jadi beberapa sekolah belum menerapkan, tapi hanya sekolah-sekolah yang memang sanggup untuk melaksanakan, itupun ternyata dilapangan kan belum sepenuhnya sesuai dengan harapan-harapan, apalagi kita berada di daerah-daerah yang sangat sulit sekali dan daerah-daerah terpencil,” ucapnya.

Hasib mengatakan saat ini pemerintah sedang mengupayakan bertahap untuk disesuaikan, mungkin ada anggaran pelatihan-pelatihan, salah satunya pelatihan para guru untuk menyesuaikan kemampuan-kemampuan dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kurikulum merdeka yang menurut Hasib mungkin membutuhkan anggaran yang tak sedikit.

Aswin Wihdiyanto, S.T., M.A., Plt Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek RI mengatakan saat ini masih ada misskonsepsi terkait penerapan implementasi kurikulum merdeka di daerah.

“Ini memang masih menjadi isu yang berkembang bahwa implementsi kurikulum merdeka adalah sesuatu yang mahal karena ada project-project atau rekreasi-rekreasi. Sebenarnya itu adalah bagaimana sekolah menerjemahkan, jadi kurikulum merdeka itu bukan hal yang mahal, tidak harus rekreasi atau studi tiru, tapi tentang bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan anggaran itu, tidak harus mahal, bisa memanfaatkan aset atau keunggulan-keunggulan daerah, untuk implementasi kurikulum merdeka yang mandiri berbagi, mandiri berubah, mandiri belajar,” terangnya.