Komisi I DPRD Kalsel Gelar RDP Tindaklanjuti Laporan Sengketa Lahan di Tanbu
Banjarmasin – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (31/8) siang bersama pihak terkait, bertempat Ruang Komisi I Lantai IV DPRD Provinsi Kalsel sebagai upaya tindaklanjuti surat dari Law Firm Hade Seno, SE, SH, & Partner Advokat & Konsultan Hukum Nomor 230018/SPM-DPRD/Lf-HAS/VII/2023 yang memohon bantuan difasilitasi penyelesaian masalah lahan masyarakat yang diduga dikuasai tanpa hak oleh PT Borneo Indobara (PT. BIB) di wilayah Angsana, Tanah Bumbu (Tanbu).
Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Kalsel, H. Suripno Sumas, M.H., ditemui setelah RDP mengatakan ada beberapa hal yang menjadi titik kritis yang harus diselesaikan secara bersama-sama terkait sengketa lahan ini.
“Disatu sisi masyarakat adalah pemilik Sertifikat Hak Milik yang terbit di tahun 1983. Kemudian sisi lainnya PT BIB adalah perusahaan tambang batu bara yang legal, telah memiliki perizinan, baik itu perizinan domisili, perizinan pertambangan, dan juga izin lahan,” ungkap Suripno.
Ia juga menambahkan adanya ketidaksamaan data antara Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalsel dan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalsel, sehingga diperlukan overlay peta guna melihat apakah memang ada tumpang tindih penguasaan, hal ini berkaitan dengan dana tali asih yang diberikan perusahaan untuk masyarakat.
“Dari penjelasan dari Dinas Transmigrasi, lahan yang ada sertifikatnya itu bukan dalam kawasan hutan, sedangkan bagi Dinas Kehutanan lahan itu berada di daerah kawasan hutan, yang menurut aturan Dishut itu tidak boleh dimiliki baik itu hak milik, hak guna usaha, hingga hak guna bangunan, nah sehingga PT BIB tidak bisa memberikan uang tali asih kepada pihak masyarakat,” terang Suripno.
Menindaklanjuti permasalahan ini, Komisi I DPRD Kalsel menyarankan dibentuk sebuah tim untuk mengumpulkan serta menyingkronkan data-data dari masing-masing pihak untuk mencapai win-win solution.
“Akhirnya kita buat satu keimpulan, tim itu dibentuk dan leading sector-nya adalah Pemeritah Kabupate Tanah Bumbu, ditambah anggotanya perwakilan dari PT BIB, Dinas Kehutanan, Dinas Transmigrasi, BPN, dan wakil masyarakat untuk menentukan bahwa kawasan itu benar-benar ada di kawasan transmigrasi. Kita juga khawatir yang disengketakan ini ternyata adalah beda titik koordinat,” tutupnya.