Ikatan Pelukis Kalsel Sampaikan Harapan Melalui Rapat Audiensi Komisi IV
Banjarmasin – Menindaklanjuti surat permohonan audiensi dari Ikatan Pelukis Kalimantan Selatan, Komisi IV DPRD Kalsel menggelar rapat audiensi pada Rabu (7/9). Komunitas Ikatan Pelukis Kalimantan Selatan (IPKS) ini berdiri di bawah naungan Yayasan Perupa Kalimantan Selatan.
Ketua IPKS, Muslim Anang Abdullah mengutarakan harapan agar mendapat tempat khusus untuk melakukan pameran atas karya-karya yang sudah dibuat. Yayasan ini terletak di Loktabat, Banjarbaru,
Ketua Komisi IV, H. M. Lutfi Saifuddin, S. Sos. selaku pimpinan rapat mengimbau IPKS untuk mendaftar terlebih dahulu ke Kesbangpol untuk kepentingan legalitas.
Beliau menambahkan bahwa Komisi IV akan merekomendasikan tempat untuk wadah pameran tersebut. “Kami bisa rekomendasikan dinas-dinas untuk bisa menyediakan satu wadah untuk memamerkan lukisan, tapi tentu harus terdaftar di Kesbangpol,” jelasnya.
Politisi Gerindra ini mengungkapkan bahwa lukisan ini merupakan salah satu budaya. Beliau juga menginginkan lukisan khususnya lukisan yang berbau budaya Kalsel perlu dipamerkan sebagai media untuk mempromosikan Kalsel “Saya meyakini Kalsel juga punya ciri khas dan harus ada pengakuan bahwa ini gaya lukis Kalsel, seperti Bali dan Yogya untuk membuktikan bahwa kita tidak kalah dengan mereka,” tuturnya.
Terkait rekomendasi tempat, beliau juga menambahkan bahwa akan mengusulkan kepada Sekretaris DPRD Provinsi Kalsel (Sekwan) untuk bekerja sama. “Sambil kita berupaya mengusahakan tempat, bisa bekerja sama dengan Sekwan, memajang beberapa lukisan di sini. Lukisannya yang khas Kalsel. Siapa tau ada orang yang berminat membeli,” ujarnya.
H. M. Lutfi juga mengatakan bahwa akan memberikan rekomendasi Pemerintah Kalsel untuk bisa memberikan support. “Bentuk support ini bukan hanya sebatas wadah yang mungkin bisa dijadikan tempat berkegiatan bagi para pelukis dan perupa di Kalsel, tapi mungkin juga tempat yang bisa memamerkan, mengedukasi dan bahkan mempromosikan Kalsel,” jelasnya.
Ketua Komunitas IPKS, Muslim, menyambut gembira akan hal tersebut. “Kami biasanya menjadi “gelandangan”, dalam artian kami di mana ada tempat, di situ kami pajang. Kalau kami bisa memajang di tempat terhormat ini, kami akan bangga sekali.”