BP-Perda DPRD Kalsel Pelajari Produk Hukum dengan Muatan Lokal di Bali
Bali – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP-Perda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) bertandang ke Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Bali untuk menggali informasi terkait proses penyusunan materi muatan Raperda yang mengandung kearifan lokal pada Selasa, (29/08) pagi di Denpasar Bali.
Rombongan BP-Perda DPRD Provinsi Kalsel ini dipimpin oleh Dr. H. Karlie Hanafi Kalianda, S.H., M.H. Dalam penyampaiannnya, pihaknya mengaku tertarik dangan Provinsi Bali yang dikenal tetap mempertahankan budayanya di era gempuran zaman dan digitalisasi.
“Meski Bali ini menjadi tempat wisata yang notabene didatangi oleh orang-orang dari mancanegara, namun pemerintah dan masyarakat tetap konsisten menerapkan muatan dan kearifan-kearifan lokalnya,” ujar politisi senior Partai Golkar tersebut.
Hal senada juga keluar dari statement anggota BP-Perda lainnya, yakni H. Gusti Abidinsyah, S.Sos., M.M. Ia mengutarakan kekagumannya kepada Provinsi Bali. Menurutnya, Bali tetap menjadi Bali walaupun banyak dikunjungi oleh masyarakat internasional.
“Apalagi dengan adanya Perda produk hukum berupa Perda Provinsi Bali No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Bali yang juga didukung dengan Peraturan Gubernur Bali No. 4 Tahun 202 tentang pelaksanaan perda tersebut,” ujar Gusti Abidinsyah.
Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra, yang menyambut langsung rombongan BP-Perda DPRD Provinsi Kalsel mengatakan bahwa Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) semisal pertambangan seperti di Kalsel. Sehingga, sektor pariwisata inilah yang harus dimaksimalkan dan dikembangkan untuk mendapatkan pendapatan untuk daerah.
“Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat berdasarkan filosofi Tri Hita Karana yang berakar dari kearifan lokal Sad Kerthi, dengan dijiwai ajaran agama Hindu dan nilai-nilai budaya serta kearifan lokal yang hidup di Bali, sangat besar peranannya dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga perlu diayomi, dilindungi, dibina, dikembangkan, dan diberdayakan guna mewujudkan kehidupan Krama Bali yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ujar I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra.
Karlie Hanafi pun mengatakan bahwa ia secara pribadi tertarik dengan perda ini. Menurutnya, tidak mustahil SDA di Kalsel yang berupa energi tidak terbarukan bisa habis. Menurutnya, pengembangan pariwisata di Kalse harus digarap dengan serius. Terlebih mengembangkan desa-desa adat.
“Kita akan gali pariwisata itu akan kita kembangkan. Di mana nanti untuk peralihan energi tidak terbarukan kepada energi yang terbarukan. Kita katakanlah salah satunya yakni sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan daerah kita,” pungkasnya.